Untuk memperkirakan asal mula keberadaan musik, pada
mulanya para ahli menggunakan teori-teori antropologi klasik, khususnya
teori evolusi kebudayaan. Walaupun dalam beberapa hal teori evolusi
kebudayaan mendapat kecaman sejak berkembangnya kritik tajam
terhadap teori evolusi perkembangan manusia sejak masa purba, namun
hingga saat ini masih tetap digunakan untuk beberapa keperluan studi
sejarah musik. Sehubungan dengan itu sebelum membahas perkiraan
awal mula musik maka terlebih dahulu akan dijelaskan dasar-dasar
pengetahuan teori evolusi.






   Sejarah Musik
Teori evolusi mulanya dikembangkan dalam Biologi oleh Charles
Darwin (1809-1882) dalam The Origin of Species (1859), kemudian
menjadi konsep evolusi sosial universal. Pada paruh kedua abad ke-19,
teori ini telah mempengaruhi pemikiran para cendekiawan dari berbagai
bidang ilmu sosial seperti untuk menyelidiki asal mula kelompok keluarga,
negara, dan religi. Teori evolusi sosial memandang bahwa segala
sesuatu dalam kehidupan manusia telah berkembang dengan lambat dari
tingkat-tingkat yang sederhana hingga kompleks (Koentjaraningrat, 1987:
22-31).
Pencetus tokoh evolusi sosial universal ialah Herbert Spencer
dalam The Principle of Sociology (1876) yang berpandangan bahwa
kebudayaan mnanusia telah dan akan berkembang melalui tingkat-tingkat
evolusi yang berbeda dari satu kebudayaan ke kebudayaan yang lain.
Tokoh lain yang mengikutinya ialah Lewis H. Morgan (1818-1918) dalam
Ancient Society (1877) yang menggambarkan proses evolusi masyarakat
manusia melalui tiga tingkat evolusi universal yang meliputi jaman
sebelum manusia mengenal keramik (savagery), jaman keramik (masa
babarism), dan jaman ketika orang mulai menulis (sivilisasi) Lowie 1938:
56). Dua tahap pertama masing-masing terbagi menjadi tingkat rendah,
menengah, dan tinggi.
Teori Morgan tersebut dijabarkan oleh Koentjaraningrat menjadi
Jaman: Liar Tua (sejak manusia pertama hingga penemuan api), Liar
Madya (hingga penggunaan busur-panah, Liar Muda (hingga pembuatan
tembikar), Barbar Tua (hingga bercocok tanam dan berternak), Barbar
Madya (hingga pembuatan benda-benda logam), Barbar Muda (hingga
mengenal tulisan), Peradaban Purba, dan Peradaban Masa Kini
(Koentjaraningrat 1987: 44-45).
Pada saat ini tentu saja teori-teori tersebut telah dibantah oleh
teori-teori baru. Walaupun demikian kerangka berpikir evolusi tersebut
ternyata juga bermanfaat dalam merekonstruksi sejarah musik walaupun
tidak bisa dijamin keakuratannya. Teori ini di antaranya digunakan untuk
merekonstruksi sejarah alat musik; seperti yang digunakan oleh
Summerfield (1982) dan Grinfeld (1969) tentang evolusi alat musik gitar
dari sejak tahun 1300 SM hingga kini. Upaya yang serupa tentunya juga
dilakukan untuk merekonstruksi instrumen-instrumen lain seperti biola,
piano, dan sebagainya, yang merupakan alat musik berdawai.



   Dugaan Permulaan Musik
Tak seorangpun mengetahui kapan orang mulai membuat musik.
Boleh jadi secara alami musik sudah mulai dimainkan ketika pertama kali
manusia hadir di muka bumi ini. Tampaknya bagi masyarakat primitif
musik merupakan cara alami untuk mengekspresikan emosi-emosi yang
mendasar seperti bahagia, marah, cinta, dan juga rasa kagum terhadap
hal-hal ghaib atau kekuatan alami.
Sebagian dari musik dicipta untuk mengiringi tari-tarian ritual atau
orang bekerja. Ketukan kaki dan tepukan tangan diduga merupakan
instrumen pertama mereka. Secara bertahap kemudian orang mulai
menemukan cara memproduksi suara yaitu dari cekungan semacam
buah labu yang dipukul dengan tongkat atau dengan ditiup. Setelah
memperhalus bunyi-bunyi tersebut mereka mulai mengkombinasikan
nada-nada dan ritme dengan berbagai cara sehingga lahirlah seni musik.
Namun pada tahap tersebut seni musik masih jauh dari pengertian musik
serius atau musik sebagai seni murni (fine art) karena masih dipenuhi
dengan dorongan-dorongan emosi primitif. Selama kurang lebih 2000
tahun, para musisi memperhalus elemen-elemen musik,
mengembangkan dan mengorganisasikan ke dalam struktur yang lebih
kompleks. Dengan suatu kekuatan mendramatisasi suasana maka
tercapailah kondisi musik serius seperti yang kita dengar saat ini (Barry,
1965).
Bila kita perhatikan dugaan proses lahirnya seni musik tersebut,
maka secara keseluruhan memiliki kemiripan dengan teori evolusi
kebudayaan Morgan, bahwa masyarakat manusia berevolusi melalui tiga
tahap perkembangan. Pada tingkat pertama yang berlangsung sebelum
penemuan tembikar, yaitu pada saat ditemukannya api, musik masih
sangat sederhana. Pada saat itu, di samping musik dihasilkan melalui
penggunaan tubuh mereka sendiri sebagai instrumen, juga dengan
memukul benda-benda. Setelah busur panah ditemukan timbullah ide
untuk mengembangkan alat musik berdawai. Di samping itu timbul pula
ide untuk membuat musik pengiring upacara ritual sebelum berburu yang
gerakan-gerakannya menirukan tingkah laku binatang-binatang.
Pada jaman Barbar, saat manusia menemukan keramik, yang
disusul dengan awal dari ketrampilan beternak dan bertani,
berkembanglah musik pengiring orang bekerja dan juga pengiring ritual
syukuran, misalnya saat panen. Karena pada masa ini orang sudah
pandai membuat logam maka dibuatlah alat-alat musik perkusi seperti
gong, gamelan, dan sebagainya. Ketika memasuki tahap sivilisasi,
manusia mulai mengenal tulisan sehingga tumbuhlah ide untuk
menotasikan dan mempublikasikan musik. Dengan demikian terjadilah
interaksi yang baik di antara konsep dan praktik musik. Sejak itu musik
klasik mengalami perkembangan yang intensif hingga mencapai
puncaknya dan menjadi berbeda setelah melewati abad ke-20.
Sumber-sumber tertulis baik dalam bentuk catatan-catatan, notasi
musik, maupun teori musik, merupakan bahan primer dalam penyusunan
sejarah musik. Sementara itu relief-relief yang terukir pada dinding guagua
dan kuburan-kuburan merupakan data-data sekunder. Data-data
musikal mengenai musik tertua di Eropa ialah musik Yunani, sementara
itu di Timur ialah Mezopotamia (kira-kra tahun 3000 SM), sedangkan di
Asia ialah Cina dan India. Musik klasik (non tradisional) yang kita kenal
sekarang berawal dari Eropa abad ke-6 SM. Sebelum masa itu Eropa
juga menggunakan lat-alat musik yang sama dengan yang ada di Timur
dan Asia, yaitu alat musik petik atau berdawai.
Ide-ide teoretis bangsa-bangsa di luar Eropa pada beberapa abad
sebelumnya merupakan warisan yang berharga, namun karena terikat
oleh tradisi maka musik serius atau klasik dan juga instrumen-instrumen
mereka tidak berkembang terlalu jauh dari aslinya. Walaupun demikian
sementara kebudayaan musik di Eropa cenderung sejalan atau menyatu
karena antara satu bangsa dengan bangsa yang lainnya senantiasa
berinteraksi, musik-musik non Eropa memiliki varian yang sangat kaya.
Kini idiom-idiom musik tersebut menjadi daya tarik para komponis klasik
sebagai bahan komposisi dan penyelidikan ilmuwan-ilmuwan musik.
Walaupun juga tidak terhindar dari keterkaitannya dengan
kepercayaan terhadap hal-hal mistis, bangsa Eropa berusaha
melepaskan diri dari tradisi yang mengikatnya bahkan mungkin juga
keyakinan agamanya. Sehubungan dengan itu, dengan konsep pemikiran
rasional mereka memformulasikan dan mengembangkan konsep-konsep
dasar teori musik. Penemuan-penemuan dalam bidang teori musik
kemudian dikembangkan oleh para musisi, maka dengan adanya
interaksi di antara penemuan teori musik dan pembuatan musik maka
evolusipun terjadi secara bertahap.

1 comments:

  1. Hey would you mind letting me know which webhost you're using? I've loaded your blog in 3 completely different internet browsers and I must say this blog loads a lot faster then most. Can you suggest a good internet hosting provider at a reasonable price? Cheers, I appreciate it! outlook login

    ReplyDelete

 
agunge © 2012-2019 All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top